
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto melakukan reshuffle kabinet kedua pada 9 September 2025. Lima menteri diganti, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani yang kini digantikan oleh Purbaya Yudhi Sadewa.
Tak butuh waktu lama, Purbaya langsung membuat gebrakan. Baru beberapa hari dilantik, ia memutuskan memindahkan dana Rp200 triliun dari Bank Indonesia ke enam bank BUMN.
Purbaya melihat selama ini arah kebijakan ekonomi Indonesia tidak tepat, baik dari sisi moneter maupun fiskal.
Penempatan dana pemerintah sebesar Rp457,5 triliun di Bank Indonesia per akhir 2024 dianggapnya memperketat likuiditas dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Sebagai jalan keluar, ia memindahkan sebagian Saldo Anggaran Lebih (SAL) itu ke perbankan nasional.
Harapannya, likuiditas melonggar dan pertumbuhan bisa terdongkrak hingga 6,5 hingga 7 persen.
Namun, langkah ini dinilai tidak sepenuhnya tepat. Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menyebut, kebijakan tersebut sulit mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Permasalahan utama kita saat ini bukan kekurangan likuiditas,” ujar Anthony kepada fajar.co.id, Minggu (14/9/2025).
Dikatakan Anthony, kondisi perbankan justru sebaliknya. Likuiditas di dalam negeri masih sangat longgar.
Ia menunjuk indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan yang berada di kisaran 86 hingga 88 persen.
“Angka itu artinya dana pihak ketiga lebih besar dibanding penyaluran kredit,” jelasnya.
Tak hanya itu, Anthony juga menyoroti penempatan dana perbankan pada instrumen negara.