
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Mantan Ketua Reformasi Politik Nasional, Profesor Ryaas Rasyid merespon kondisi parlemen saat ini.
Dia menilai DPR memang masih menjadi kaki tangan partai politik. Itulah yang kemudian berpengaruh pada kinerja anggota dewan.
“Mereka cuman melaksanakan konsensus-konsensus di luar yang telah disepakati para pimpinan partai. Jadi nuansa keterwakilan rakyat di DPR menjadi kabur. Mereka tidak bisa secara bebas menyerap aspirasi rakyat. Karena aspirasi yang mereka tonjolkan itu adalah partai,” kata dia dikutip YouTube Forum Keadilan TV, Jumat, (5/9/2025).
Celakanya kata dia, UU DPR yang dulu dibuat UU saat menjadi Ketua Reformasi Politik telah diubah.
“Jadi waktu itu kita tidak memberi kewenangan kepada partai untuk mencabut kewenangan. Jadi mereka bisa bebas. Belakangan UU itu dihilangkan. Jadi kita sudah pernah memberi kebebasan luar biasa kepada anggota DPR, mereka tidak bisa di PAW. Kecuali ada kasus pidana, atau pelanggaran etika berat yang mengganggu citra DPR,” jelasnya.
Menurutnya, fungsi DPR menang sulit maksimal karena terkendala oleh dominasi partai dan pimpinan partai yang sangat dominan.
“Kalau pimpinan partai sudah sepakat, terutang koalisi itu, mereka tidak bisa lagi. Mereka hanya mengeksekusi keinginan itu. Itu yang berlandas selama dua periode,” ujarnya.
Itulah mengapa dia tidak ingin lagi menjadi anggota DPR. Setelah sebelumnya sempat di parlemen periode 2004-2009.
“Saya tidak cocok disitu. Kenapa, tidak ada kemenangan untuk kebenaran. Mayoritas itu voting, bukan logika. Semua diarahkan ke voting” tuturnya.