
FAJAR.CO.ID — Pencopotan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan dinilai sebagai momentum reformasi fiskal. Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai salah satu kebijakan yang harus segera diambil Menteri Keuangan yang baru yakni harus segera mengevaluasi efisiensi salah yang telah memangkas dana transfer ke daerah dan memicu kenaikan pajak.
Celios menyikapi pengumuman pergantian Sri Mulyani dari posisi Menteri Keuangan sebagai momentum positif bagi perekonomian Indonesia. Penggantian Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan sebenarnya telah lama disuarakan oleh berbagai organisasi think tank dan masyarakat sipil karena kebijakannya yang dianggap tidak pro rakyat.
Berbagai kalangan pun mengkritik kebijakan ekonomi Sri Mulyani atas ketidakmampuan dalam mendorong kebijakan pajak yang berkeadilan, pengelolaan belanja yang hati-hati, dan naiknya beban utang yang kian mempersempit ruang fiskal.
“Kami menekankan bahwa tugas Menteri Keuangan yang baru yang sangat mendesak untuk mengembalikan kepercayaan publik,” kata Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira, Senin (8/9).
Bhima Yudhistira menekankan Menteri Keuangan yang baru yakni Purbaya Yudhi Sadewa harus memastikan strategi penerimaan pajak dengan memperhatikan daya beli kelompok menengah dan bawah.
Kebijakan yang pro kelompok menengah ke bawah seperti menurunkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 8 persen dan menaikkan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) menjadi Rp 7 juta per bulan.
Kebijakan pajak juga harus menyasar sektor ekstraktif melalui pajak produksi batubara dan pajak windfall profit (anomali keuntungan).