
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto menetapkan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai Ibu Kota Politik. Terkait hal itu, pihak Istana memberikan penjelasan terkait maksud Ibu Kota Politik tersebut.
Diketahui, penetapan IKN sebagai Ibu Kota Politik tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja, yang ditandatangani pada 30 Juni 2025.
Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) M. Qodari menyebut, istilah Ibu Kota Politik bukan berarti Indonesia nantinya akan memiliki ibu kota lain dengan label berbeda, seperti ibu kota ekonomi atau budaya.
“Oke jadi gini, sebetulnya bukan berarti kemudian akan ada Ibu Kota Politik lalu ada Ibu Kota Ekonomi kan begitu kira-kira kan? Nanti ada Ibu Kota Budaya dan Ibu Kota lain-lain itu nanti. Nggak, nggak begitu maksudnya,” kata Qodari di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (22/9).
Qodari menekankan, jika nantinya ditetapkan sebagai pusat pemerintahan, IKN harus memiliki infrastruktur memadai untuk menampung seluruh pilar utama kenegaraan. Ia menyebutkan, tiga lembaga tersebut adalah eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
“Intinya begini, kalau mau difungsikan sebagai pusat pemerintahan, sebagai Ibu Kota, maka tiga lembaga yang merupakan pilar kenegaraan, apa aja tuh? Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif, itu sudah harus ada fasilitasnya,” jelasnya.
Karena itu, Presiden Prabowo sudah menargetkan pada 2028 seluruh lembaga negara tersebut telah memiliki fasilitas permanen di IKN.
“Nah ini sudah ditetapkan oleh Pak Prabowo, bahwa per 2028, betul ya? Ketiga lembaga itu sudah harus ada fasilitasnya,” pungkasnya.