
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pengelolaan keuangan oleh pemerintah daerah (pemda) menjadi sorotan tajam anggota DPR RI. Daerah dinilai tidak cermat mengelola anggarannya.
Terbukti, hingga Agustus 2025, dana pemda yang mengendap di perbankan masih cukup besar yakni menembus angka Rp233,11 triliun. Indikasi ini menunjukkan kurang cermatnya pengelolaan anggaran daerah.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi angkat suara terkait tingginya anggaran yang dibiarkan mengendap di bank oleh pemerintah daerah.
“Sangat disayangkan, mestinya uang bisa berputar di bawah, bukan disimpan (di perbankan saja). Ini tanda kurang cermatnya pengelolaan anggaran dan kurang cepatnya tender dijalankan,” kata Dede Yusuf dilansir JPNN, Rabu (24/9).
Kementerian Keuangan mencatat dana pemda yang masih tersimpan di perbankan mencapai Rp233,11 triliun per Agustus 2025. Angka ini meningkat dibanding bulan sebelumnya sebesar Rp219,8 triliun.
Dede Yusuf memastikan, lambatnya penyerapan anggaran ini akan berdampak langsung pada daya beli masyarakat.
“Kalau dana mengendap, fiskal daerah mungkin aman, tetapi daya beli masyarakat akan turun, dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan sulit meningkat,” ujarnya.
Karena itu, dia mendorong Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membuat aturan tegas mengenai jadwal pelaksanaan program daerah serta sanksi bagi pemda yang membiarkan dana mengendap di bank.
“Harus ada aturan dari Kemenkeu dan Kemendagri mengenai jadwal pelaksanaannya dan sanksi bagi yang megendapkan dana di bank,” tegasnya.