Jakarta, Gizmologi – Artificial Intelligence semakin menarik perhatian para pelaku usaha di Indonesia, dan mayoritas pemimpin bisnis di Tanah Air kini percaya bahwa teknologi AI punya potensi besar untuk mendorong efisiensi dan pertumbuhan. Namun, kesiapan untuk mengadopsinya secara luas masih menghadapi sejumlah tantangan—mulai dari keamanan data, etika, sampai keterbatasan infrastruktur.
Berdasarkan studi terbaru dari IBM berjudul “Unlocking Indonesia’s Economic Potential for Future Prosperity”, sebanyak 93% pelaku bisnis di Indonesia yakin dengan kemampuan mereka dalam menerapkan AI. Bahkan, 85% dari mereka sudah merasakan manfaat operasional dari implementasi AI. Sayangnya, hanya 24% yang memiliki tata kelola AI yang jelas, dan hanya 45% yang memahami bagaimana menggunakan AI secara etis.
Temuan ini menunjukkan bahwa walau semangat transformasi digital cukup tinggi, kesiapan fundamental seperti infrastruktur TI, keamanan siber, dan ketersediaan talenta digital masih perlu dibenahi. Bila tidak ditangani dengan serius, potensi AI untuk mendorong ekonomi digital Indonesia bisa terhambat.

Baca Juga: Asosiasi Satelit Indonesia Hadirkan APSAT 2025, Perkuat Ekosistem se Asia Pasifik
Infrastruktur dan Talenta Jadi Tantangan Besar

Di balik optimisme terhadap AI, ada realita bahwa infrastruktur TI di Indonesia belum sepenuhnya siap. Sekitar 84% responden mengakui bahwa infrastruktur masih menjadi hambatan utama dalam upaya transformasi digital. Kondisi ini tak hanya berdampak pada perusahaan besar, tapi juga sektor-sektor strategis seperti BUMN.
Selain infrastruktur, keamanan siber juga menjadi kekhawatiran besar. Sebanyak 55% pemimpin bisnis melihat keamanan data sebagai tantangan yang belum terselesaikan. Dengan adopsi AI yang makin luas, kebutuhan akan sistem yang aman dan andal pun menjadi semakin mendesak, terutama di tengah meningkatnya ancaman siber global.
Kendala lain yang tak kalah penting adalah kurangnya talenta digital. Hanya 45% responden merasa memiliki tenaga kerja yang cukup terampil untuk mendukung adopsi AI. Kesenjangan ini makin terasa di kalangan BUMN, di mana 59% menyebutkan kurangnya SDM digital sebagai hambatan utama, diikuti biaya operasional tinggi dan masalah keamanan data.
UMKM dan BUMN Perlu Dukungan Strategis
Menariknya, sektor UMKM yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia yang juga ternyata cukup agresif dalam hal investasi digital. Namun, hanya 63% dari mereka yang memiliki strategi AI yang jelas. Angka ini masih tertinggal dibanding usaha menengah (80%) maupun besar (71%). Artinya, UMKM butuh pendampingan lebih terarah agar tidak tertinggal dalam revolusi digital ini.
Dalam konteks ini, peran pemerintah sangat krusial. Kebijakan yang mendukung transformasi digital UMKM akan membantu mendorong pemerataan manfaat teknologi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Dengan menyumbang lebih dari 60% terhadap PDB dan menyerap 97% tenaga kerja, UMKM adalah kunci penting dalam masa depan digital Indonesia.
Di sisi lain, BUMN justru menghadapi “ekonomi digital dua kecepatan”. Meski punya peran vital dalam infrastruktur nasional, sebagian besar BUMN masih tertinggal dari sektor swasta dalam hal investasi keamanan dan kesiapan digital. Tanpa intervensi nyata, kesenjangan ini bisa membahayakan jaringan nasional dan memperlambat transformasi digital skala besar.
Kolaborasi Jadi Kunci Sukses Ekosistem AI
Untuk menjawab semua tantangan ini, IBM mendorong kolaborasi yang lebih dalam antara sektor publik dan swasta. Sebanyak 97% responden menyerukan perlunya kemitraan strategis untuk mempercepat pengembangan keterampilan digital, terutama dalam bidang AI. Ini mencakup pelatihan, edukasi, hingga program inkubasi talenta digital.
Dalam laporan tersebut, para pemimpin bisnis juga menekankan pentingnya karakter kepemimpinan modern untuk menavigasi era digital. Adaptabilitas, kerja sama tim, dan keberanian berinovasi disebut sebagai faktor utama untuk mendukung keberhasilan transformasi. Dengan kepemimpinan yang tepat, bisnis akan lebih siap menghadapi tantangan dan mengoptimalkan peluang dari teknologi.
Menurut Catherine Lian, General Manager IBM ASEAN, waktu untuk bereksperimen sudah berakhir. Kini saatnya melangkah ke transformasi nyata yang berbasis pada AI. IBM menyatakan siap berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk membangun ekosistem AI yang kuat, aman, dan etis di Indonesia.
AI bukan sekadar tren, tapi pilar penting untuk ekonomi masa depan. Meski tantangannya nyata, momentum untuk bertransformasi juga sedang tinggi. Dengan infrastruktur yang diperkuat, etika yang dijaga, dan talenta yang dikembangkan, Indonesia bisa menjadi salah satu pemain utama dalam ekonomi digital berbasis AI.
Artikel berjudul IBM: Bisnis di Indonesia Siap Adopsi AI, Tapi Masih Terkendala Infrastruktur dan Etika yang ditulis oleh Christopher Louis pertama kali tampil di Gizmologi.id
