Teknologi.Id – Isu Nadiem Makarim korupsi dalam pengadaan laptop pendidikan menjadi sorotan publik setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan. Dugaan korupsi ini berkaitan dengan proyek pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK), termasuk laptop Chromebook senilai hampir Rp10 triliun, yang dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) selama periode 2019 hingga 2022.
Proyek ini dirancang sebagai bagian dari strategi digitalisasi pendidikan saat pandemi Covid-19. Namun, kini proyek tersebut tengah diperiksa karena indikasi penyimpangan anggaran dan dugaan rekayasa teknis spesifikasi perangkat.
Latar Belakang Pengadaan Chromebook
Saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada awal 2020, dunia pendidikan menghadapi tantangan besar. Sekolah ditutup, dan proses pembelajaran tatap muka dihentikan demi keselamatan siswa dan guru. Dalam situasi darurat ini, Kemendikbudristek yang kala itu dipimpin oleh Nadiem Makarim, mengambil langkah cepat untuk memastikan pendidikan tetap berjalan dengan cara daring.

Salah satu kebijakan strategis adalah melakukan pengadaan besar-besaran peralatan TIK untuk menunjang pembelajaran jarak jauh (PJJ). Dalam keterangannya pada jumpa pers di Jakarta Selatan, Selasa (10/6/2025), Nadiem Makarim buka suara soal dugaan korupsi pengadaan laptop tersebut.
“Kami melakukan pengadaan 1,1 juta unit laptop lengkap dengan modem 3G dan proyektor untuk lebih dari 77 ribu sekolah di seluruh Indonesia. Ini adalah bentuk mitigasi untuk meminimalisasi learning loss selama pandemi,” jelas Nadiem.
Ia juga menyebut bahwa peralatan TIK tidak hanya digunakan untuk proses belajar mengajar, tetapi juga mendukung pelaksanaan Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK), serta peningkatan kompetensi guru dan tenaga kependidikan.
Dugaan Permasalahan dalam Pengadaan
Meskipun program ini dilandasi tujuan baik, dalam perjalanannya, Kejagung menemukan indikasi adanya penyimpangan. Pada 20 Mei 2025, Kejagung secara resmi meningkatkan perkara dugaan korupsi pengadaan Chromebook ke tahap penyidikan.
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, pengadaan laptop Chromebook tersebut seharusnya disesuaikan dengan infrastruktur internet yang tersedia di daerah. Namun, hasil evaluasi menunjukkan bahwa sistem operasi Chrome OS yang digunakan oleh Chromebook membutuhkan koneksi internet stabil, sesuatu yang tidak dimiliki di banyak wilayah Indonesia.
“Penggunaan Chromebook dinilai tidak tepat karena keterbatasan akses internet di banyak sekolah. Padahal, kajian awal oleh Pustekkom pada 2018-2019 justru merekomendasikan penggunaan sistem operasi Windows,” ujar Harli.
Ia melanjutkan, Tim Teknis awal telah menyarankan agar pengadaan selanjutnya menggunakan laptop dengan OS Windows. Namun, spesifikasi ini diganti oleh Tim Teknis baru, yang justru merekomendasikan kembali penggunaan Chromebook. Kejagung menduga adanya persekongkolan atau permufakatan jahat dalam proses ini.
“Penggantian kajian dan spesifikasi tidak didasarkan pada kebutuhan faktual lapangan, melainkan diarahkan agar vendor tertentu diuntungkan,” tambah Harli.
Tanggapan Resmi Nadiem Makarim
Menanggapi isu Nadiem Makarim korupsi yang beredar, mantan Mendikbudristek ini menyatakan bahwa dirinya siap bekerja sama penuh dengan aparat penegak hukum. Ia menegaskan, setiap kebijakan yang dibuat selama masa jabatannya dirancang dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan itikad baik.
“Saya menyadari pentingnya pengawasan dalam kebijakan publik. Bila diperlukan, saya siap memberikan keterangan atau klarifikasi dalam proses hukum,” tegas Nadiem.
Ia juga menekankan bahwa pengadaan laptop Chromebook adalah bentuk tanggung jawab untuk menjaga kelangsungan pendidikan di masa pandemi, ketika akses ke pembelajaran konvensional tidak memungkinkan.
Skema dan Anggaran Proyek
Proyek pengadaan ini disebut bernilai sekitar Rp9,9 triliun, mencakup penyediaan perangkat bagi satuan pendidikan dasar dan menengah. Dana tersebut digunakan untuk pembelian laptop, modem, dan proyektor sebagai bagian dari program digitalisasi sekolah. Pengadaan dilakukan bertahap selama empat tahun, mulai dari 2019 hingga 2022.
Namun dalam evaluasi Kejagung, ditemukan bahwa pengadaan tidak berjalan efektif di sejumlah wilayah. Banyak perangkat yang tidak dapat digunakan maksimal karena ketergantungan pada koneksi internet, terutama di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
Kondisi ini menjadi dasar investigasi Kejagung atas kemungkinan pelanggaran hukum, termasuk indikasi mark-up harga, manipulasi spesifikasi teknis, dan pelibatan pihak-pihak tertentu dalam pengambilan keputusan.
Transparansi vs Kepentingan
Kasus ini menimbulkan perdebatan publik. Di satu sisi, ada kebutuhan nyata untuk mempercepat digitalisasi pendidikan saat krisis. Di sisi lain, kebijakan darurat semacam ini bisa menjadi celah untuk praktik korupsi. Isu Nadiem Makarim korupsi menjadi perhatian besar karena menyangkut dana publik dalam jumlah besar dan sektor pendidikan yang sensitif.
Kejagung menyatakan bahwa proses penyidikan masih berlangsung dan belum ada tersangka yang diumumkan. Namun, sejumlah pejabat Kemendikbudristek serta penyedia barang dan jasa telah dimintai keterangan.
Kasus dugaan Nadiem Makarim korupsi dalam pengadaan laptop menjadi ujian besar bagi transparansi dan integritas tata kelola proyek pemerintah. Meski Nadiem menyatakan siap memberikan keterangan, publik tetap menunggu hasil penyidikan yang obyektif dan transparan.
Dalam negara hukum, asas praduga tak bersalah tetap berlaku. Namun, ini juga menjadi momentum penting untuk merefleksikan bagaimana program-program besar pemerintah harus dijalankan secara lebih akuntabel dan sesuai kebutuhan masyarakat, bukan hanya berdasarkan kepentingan politik atau bisnis jangka pendek.
Kejagung diharapkan mampu mengungkap secara terang benderang siapa saja yang terlibat, serta sejauh mana penyimpangan dilakukan. Pendidikan adalah sektor strategis, dan kasus ini menunjukkan betapa pentingnya integritas dalam setiap kebijakan publik, terutama ketika menyangkut masa depan generasi bangsa.
(FNF)
