Teknologi.Id – Raja Ampat, gugusan kepulauan eksotis di Papua Barat Daya, selama ini dikenal sebagai permata pariwisata Indonesia. Pemandangan Piaynemo yang megah bahkan terpampang pada desain uang pecahan 100 ribu rupiah, menandakan betapa pentingnya kawasan ini sebagai destinasi wisata unggulan. Namun, keindahan alam Raja Ampat kini menghadapi ancaman serius: ekspansi tambang nikel yang mulai menggerus lanskap aslinya.
Sekitar 46 kilometer dari Piaynemo terdapat Pulau Gag, yang dahulu dikenal sebagai lokasi konservasi penyu. Sayangnya, dari udara, Pulau Gag kini menampilkan gambaran yang sangat berbeda. Aktivitas tambang nikel terlihat jelas, menggeser hamparan hijau menjadi lahan eksploitasi. Tak jauh dari sana, Pulau Kawe—hanya sekitar 24 km dari kawasan wisata ikonis Wayag—juga mengalami nasib serupa. Wayag, yang terkenal dengan gugusan bukit karst di tengah laut biru, kini bertetangga dengan ancaman industri ekstraktif.
Pulau Kawe sendiri adalah satu dari 610 pulau di Raja Ampat, dan memiliki kekayaan bawah laut luar biasa. Bahkan, 75% jenis terumbu karang dunia ditemukan di perairan Raja Ampat. Namun, sebagian besar wilayah Pulau Kawe telah memiliki izin tambang nikel, yang mengancam keberlanjutan lingkungan dan potensi pariwisata jangka panjang.

Baca juga: 5 Software Tambang Kripto Terbaik
Ancaman dari Aktivitas Tambang Nikel
Aktivitas tambang nikel di Raja Ampat menimbulkan kekhawatiran serius dari berbagai pihak. Greenpeace Indonesia melaporkan bahwa penambangan di tiga pulau—Gag, Kawe, dan Manuran—telah membabat lebih dari 500 hektar hutan dan vegetasi khas. Tak hanya itu, dokumentasi lapangan juga menunjukkan adanya limpasan tanah yang menyebabkan sedimentasi di pesisir. Proses ini berpotensi merusak terumbu karang dan ekosistem laut yang menjadi daya tarik utama Raja Ampat.
Untuk menyuarakan keresahan ini, aktivis lingkungan dan pemuda lokal melakukan aksi damai pada ajang Indonesia Critical Minerals Conference 2025 di Jakarta. Mereka membawa pesan kuat melalui spanduk bertuliskan “Nickel Mines Destroy Lives” dan “Save Raja Ampat from Nickel Mining”.
Dampak Sosial dan Lingkungan
Laporan dari Kementerian Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa ada indikasi kuat pencemaran lingkungan di empat lokasi utama tambang nikel di Raja Ampat. PT Gag Nikel (GN), misalnya, beroperasi di Pulau Gag yang berstatus sebagai pulau kecil. Aktivitas penambangan di sini melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Sementara itu, PT ASP melakukan eksploitasi di Pulau Manuran tanpa sistem pengelolaan limbah, dan PT KSM terbukti membuka tambang di luar izin lingkungan di Pulau Kawe. Bahkan PT MRP, yang beroperasi di Pulau Batang Pele, tidak memiliki dokumen lingkungan sama sekali.
Kondisi ini menunjukkan bahwa ekspansi tambang nikel di Raja Ampat tidak hanya membahayakan ekosistem, tetapi juga mencerminkan lemahnya pengawasan terhadap perizinan dan pelaksanaan standar lingkungan.
Raja Ampat Bukan Sekadar Sumber Daya Mineral
Sebagai kawasan yang telah ditetapkan UNESCO sebagai Global Geopark, Raja Ampat semestinya dikembangkan untuk pariwisata berkelanjutan, bukan untuk industri ekstraktif yang merusak. Pendiri Yayasan Inovasi Pariwisata Indonesia, Taufan Rahmadi, menekankan pentingnya pengembangan pariwisata secara menyeluruh. Banyak pulau di luar kawasan inti Raja Ampat memiliki potensi wisata luar biasa yang belum dimanfaatkan, seperti Pulau Kawei yang kini justru terancam akibat penambangan.
Pariwisata yang dikelola secara lestari bisa memberi manfaat ekonomi berkelanjutan bagi masyarakat lokal tanpa merusak lingkungan. Sebaliknya, industri tambang nikel yang tidak terkendali justru meninggalkan jejak kerusakan yang tak mudah dipulihkan.
Baca juga: Edward Tirtanata, Jatuh Bangun Bisnis Tambang Hingga Sukses Bersama Kopi Kenangan
Harapan dan Tindakan Pemerintah
Setelah mendapat sorotan luas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menghentikan sementara aktivitas PT Gag Nikel. Menteri Bahlil Lahadalia bahkan melakukan kunjungan langsung untuk menilai kondisi tambang. Meski pejabat ESDM menyatakan tidak menemukan masalah besar, Kementerian Lingkungan Hidup justru mengungkap adanya pelanggaran serius di lokasi tambang.
Kementerian ESDM kini tengah melakukan inspeksi menyeluruh terhadap wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) di Raja Ampat. Evaluasi ini diharapkan menghasilkan kebijakan yang melindungi kawasan konservasi dan wisata ini dari kerusakan permanen.
Raja Ampat bukanlah sekadar gugusan pulau yang indah. Ia adalah simbol keanekaragaman hayati, warisan budaya, dan masa depan pariwisata Indonesia. Ancaman ekspansi tambang nikel di kawasan ini harus menjadi perhatian nasional dan internasional. Jika eksploitasi dibiarkan tanpa kontrol ketat, kita bisa kehilangan surga terakhir ini untuk selamanya.
Melindungi Raja Ampat bukan hanya soal menjaga alam, tapi juga masa depan generasi yang akan datang. Mari bersuara, mari bertindak, dan hentikan laju tambang nikel yang merusak warisan alam Indonesia.
Yuk lihat lebih lengkap tentang berita viral lainnya hanya di Teknologi.Id!
(FNF)
