Menurut laporan Sindonews, Wang adalah kombinasi langka antara jenius teknologi dan pengusaha visioner. Dia memulai kariernya di dunia AI sebelum kebanyakan orang menyadari potensinya, dan sekarang memimpin salah satu perusahaan teknologi terbesar di dunia. Ini bukan sekadar kisah sukses biasa, tapi bukti bahwa di era digital, usia hanyalah angka.
Bakat Matematika yang Luar Biasa Sejak Kecil
Alexandr Wang lahir pada 1997 di New Mexico, Amerika Serikat, dari orang tua imigran asal China. Bakat matematikanya sudah terlihat sejak dini. Di usia 12 tahun, dia bisa menyelesaikan soal kalkulus tingkat universitas. “Saya selalu melihat angka seperti cerita yang ingin dipecahkan,” katanya dalam sebuah wawancara dengan MIT Technology Review.

Ketika teman-teman sebayanya sibuk dengan permainan video, Wang menghabiskan waktu mempelajari algoritma dan struktur data. Di SMA, dia sudah mengembangkan aplikasi pertamanya – sebuah platform pembelajaran matematika yang digunakan oleh ribuan siswa di Amerika.
MIT yang Legendaris Tampak Terlalu Kecil Untuknya
Wang diterima di Massachusetts Institute of Technology (MIT) – mimpi bagi banyak calon insinyur. Tapi kehidupan kampus ternyata terlalu lambat untuk ritmenya. Di tahun kedua, dia memutuskan drop out, sebuah langkah yang mengingatkan kita pada Mark Zuckerberg atau Bill Gates.
“MIT mengajarkan banyak hal hebat, tapi saya merasa teknologi AI berkembang lebih cepat di luar sana,” ujarnya kepada Wired. “Setiap hari yang saya habiskan di kelas adalah hari dimana orang lain mungkin sudah menciptakan terobosan baru.”
Berdirinya Scale AI Menjadi Awal Dari Segalanya
Pada usia 19 tahun, Wang mendirikan Scale AI bersama temannya. Perusahaan ini fokus pada pelabelan data untuk melatih model AI – sesuatu yang saat itu masih dianggap niche. Tapi visinya tajam: “Data adalah minyak baru,” katanya dalam konferensi TechCrunch 2018.
Scale AI tumbuh pesat. Perusahaan ini menjadi mitra penting untuk Pentagon dan berbagai perusahaan Fortune 500. Pada 2022, di usia 25 tahun, Wang sudah menjadi miliarder termuda yang dibuat sendiri (bukan warisan).
Alasan Zuckernberg Membawanya ke Meta
Ketika Mark Zuckerberg mengumumkan pengunduran dirinya sebagai CEO Meta pada 2024, banyak yang kaget dengan pilihan penggantinya. Tapi bagi yang mengikuti karier Wang, ini masuk akal.
“Alex memahami AI seperti Steve Jobs memahami desain,” kata Sheryl Sandberg dalam wawancara dengan Bloomberg. “Dia memiliki kemampuan langka untuk menerjemahkan teknologi kompleks menjadi produk yang dicintai miliaran orang.”
Di bawah kepemimpinannya, Meta mengalami transformasi besar. Produk-produk AI perusahaan ini sekarang terintegrasi sempurna dengan ekosistem sosial medianya.
Dengan Gaya Kepemimpinan yang Visioner tapi Grounded
Bertentangan dengan stereotip CEO muda arogan, Wang dikenal rendah hati. Dia masih sering mengunjungi kantor tanpa pengawal, makan siang di kantin karyawan, dan menjawab email sendiri.
Tapi jangan salah. Ketika berbicara tentang visi teknologi, dia bisa sangat tegas. “Kita sedang membangun masa depan dimana AI akan menjadi bagian dari setiap aspek kehidupan manusia,” katanya dalam Meta Connect 2025. “Dan tanggung jawab itu tidak boleh kita sia-siakan.”
Baca juga: Meta Investasi Rp230 Triliun ke Scale AI, Startup Milik Alexandr Wang
Pelajaran yang Dapat Diambil untuk Generasi Muda
Kisah Wang menjadi bukti nyata bahwa kesuksesan tidak selalu ditentukan oleh jalur konvensional seperti gelar akademis. Keputusan Wang untuk keluar dari pendidikan formal bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan titik awal untuk mengejar apa yang benar-benar dicintainya. Ia menunjukkan bahwa passion—dorongan dari dalam diri—mampu membuka jalan yang tak terduga menuju keberhasilan.
Di era digital seperti sekarang, waktu pun tidak lagi bersifat linear. Tidak ada patokan usia untuk “berhasil”; anak muda bisa mengguncang dunia, dan siapa pun bisa memulai dari mana saja, kapan saja. Wang juga mengingatkan kita bahwa teknologi hanyalah alat, bukan tujuan itu sendiri.
Kehebatannya bukan terletak pada kemampuannya menguasai teknologi semata, tetapi pada kepekaannya dalam memahami kebutuhan manusia di balik layar. Pendekatannya yang humanis dalam memanfaatkan teknologi menjadikan keberhasilannya bukan sekadar kisah teknis, tapi cerminan nilai-nilai visioner yang relevan bagi zaman ini.
Alexandr Wang mungkin masih muda, tapi visinya sudah matang. Di tangannya, Meta bukan lagi sekadar perusahaan media sosial, tapi pelopor transformasi digital yang sesungguhnya.
Untuk kamu yang merasa terlalu muda atau kurang pengalaman, ingatlah kisah Wang. Di dunia yang berubah cepat ini, yang dibutuhkan bukan hanya pengalaman, tapi keberanian melihat apa yang orang lain belum lihat.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(ipeps)
