Eropa Berhasil Buat Gerhana Matahari Buatan, untuk Apa?

Gerhana Matahari buatan—kedengarannya seperti ide dari film fiksi ilmiah, ya? Tapi percaya atau tidak, Eropa baru saja mencapainya. Yup, bukan cuma bisa bikin roket ke Mars, tapi sekarang bisa bikin “gerhana Matahari” sendiri di luar angkasa. Gokil banget!

Mungkin kamu bertanya-tanya: emang bisa? Kan biasanya gerhana itu karena posisi Bulan pas banget nutupin Matahari dari pandangan kita di Bumi. Nah, di sinilah keajaiban teknologi bicara. Lewat proyek canggih bernama Proba-3, Badan Antariksa Eropa alias ESA berhasil menciptakan gerhana Matahari buatan pertama di dunia—dan ini bukan simulasi CGI, tapi benar-benar terjadi di ruang angkasa!

Apa Itu Gerhana Matahari Buatan?

Secara sederhana, gerhana Matahari buatan adalah simulasi gerhana yang diciptakan bukan oleh Bulan, tapi oleh dua satelit khusus yang didesain untuk meniru kondisi gerhana total. Dalam proyek Proba-3, ESA meluncurkan dua satelit bernama Coronagraph dan Occulter. Satelit-satelit ini terbang dalam formasi sangat presisi, hanya terpisah sekitar 130–150 meter, dan menciptakan bayangan buatan seperti saat Bulan menutupi Matahari.

Sekilas Info

Satelit Occulter punya peran untuk memblokir cahaya Matahari, sementara Coronagraph di belakangnya bertugas mengamati korona Matahari—yaitu bagian terluar dari atmosfer Matahari yang biasanya cuma bisa dilihat saat gerhana total terjadi. Dengan cara ini, ESA bisa menciptakan gerhana kapan pun mereka mau. Keren banget, kan?

Kenapa Harus Bikin Gerhana Sendiri?

Pertanyaannya, kenapa repot-repot bikin gerhana Matahari buatan? Bukannya bisa nunggu yang alami aja?

Well, gerhana alami memang spektakuler, tapi sangat jarang terjadi, dan cuma berlangsung beberapa menit. Itu pun hanya bisa dilihat dari wilayah tertentu di Bumi. Sedangkan lewat Proba-3, ESA bisa bikin gerhana setiap 19,6 jam, dan durasinya bisa sampai 6 jam! Jadi, waktu observasi jadi lebih panjang dan fleksibel. Lebih banyak data, lebih dalam penelitiannya.

Tujuan utamanya adalah untuk mempelajari korona Matahari dengan lebih detail. Kenapa? Karena korona ini masih penuh misteri. Salah satu teka-teki besarnya adalah: kenapa korona bisa jauh lebih panas daripada permukaan Matahari itu sendiri? Permukaan Matahari “cuma” sekitar 5.500 derajat Celcius, sementara korona bisa lebih dari 1 juta derajat! Gila banget, kan?

Baca Juga : Makin Canggih! Satelit China Bisa Tangkap Detail Wajah dari Angkasa

Teknologi di Balik Proba-3

Untuk bisa membuat gerhana buatan, dua satelit ini harus terbang dalam formasi super presisi. Mereka nggak bisa asal tempel aja. Bayangkan dua benda logam seukuran mobil kecil melayang di ruang angkasa, terpisah ratusan meter, dan tetap sinkron dengan akurasi dalam skala milimeter. Salah dikit, gerhananya gagal.

Proba-3 jadi misi formation flying pertama di dunia yang dilakukan tanpa kendali terus-menerus dari Bumi. Kedua satelit ini benar-benar mandiri dalam mempertahankan posisinya. Dan ya, itu bikin semua orang di ESA terkagum-kagum. Bayangkan kamu main drone, tapi di luar angkasa, dan dua drone-nya harus sinkron sempurna.

Menurut ESA, sepuluh gerhana Matahari buatan sudah berhasil diciptakan sejak peluncuran. Yang terlama mencapai durasi sekitar lima jam. Itu waktu yang sangat lama untuk mengamati korona dengan detail tinggi.

Instrumen utama pada satelit Coronagraph bernama ASPIICS, dan dialah yang bertugas memotret korona Matahari selama “gerhana buatan” berlangsung. Foto-fotonya diproses oleh tim ilmuwan di Belgia, dan hasilnya sangat memukau.

Foto-foto ini menangkap berbagai bagian korona dalam spektrum warna yang berbeda:

  • Hijau tua: menunjukkan besi terionisasi yang sudah kehilangan beberapa elektron karena suhu tinggi.

  • Kuning: merekam prominensia, yaitu loop besar dari plasma yang meletup dari permukaan Matahari.

  • Ungu dan putih: menunjukkan struktur pita helm (helmet streamers) dan pemandangan seperti saat gerhana dilihat dari Bumi.

Kenapa Ini Penting untuk Kita?

Oke, sekarang kamu mungkin mikir, “Menarik sih, tapi apa dampaknya buat kita di Bumi?”

Ternyata, penelitian ini sangat krusial untuk memahami cuaca antariksa—yaitu fenomena Matahari yang bisa berdampak ke satelit, jaringan listrik, dan komunikasi di Bumi. Salah satunya adalah lontaran massa koronal (CME), semacam letupan besar dari Matahari yang bisa bikin aurora, tapi juga bisa merusak satelit dan sistem navigasi.

Dengan data dari Proba-3, ilmuwan bisa membangun model komputer yang lebih akurat untuk memprediksi aktivitas Matahari. Ini penting banget buat kita yang hidup di era digital, karena satu badai Matahari besar bisa bikin seluruh jaringan GPS dan komunikasi lumpuh seketika. Dan ya, itu udah pernah hampir terjadi di masa lalu!

Baca Juga : Insinyur Inggris Mulai Buat Roket Riset ‘Pemburu Komet’

Simbol Inovasi Eropa di Antariksa

Misi Proba-3 juga jadi bukti bahwa Eropa nggak mau kalah di dunia antariksa. Selama ini, nama-nama seperti NASA (Amerika) dan Roscosmos (Rusia) yang sering jadi sorotan. Tapi sekarang, ESA membuktikan diri dengan proyek visioner yang nggak cuma keren, tapi juga punya kontribusi ilmiah besar.

Biayanya? Sekitar €200 juta atau setara dengan Rp3,3 triliun. Angka yang terdengar besar, tapi sepadan dengan manfaat jangka panjangnya, baik untuk sains maupun teknologi masa depan.

Gerhana Matahari buatan mungkin terdengar seperti main-main pada awalnya. Tapi di balik itu semua, ada lompatan teknologi yang sangat penting. Kita sekarang bisa mempelajari bagian paling misterius dari Matahari dengan cara yang belum pernah dilakukan sebelumnya.

Dengan kemampuan membuat gerhana sesuka waktu, Proba-3 membuka lembaran baru dalam astronomi dan pengamatan antariksa. Dan yang paling keren? Ini baru awal. Dalam dua tahun ke depan, Proba-3 dijadwalkan menciptakan hingga 50 gerhana buatan per tahun.

Jadi, jangan heran kalau suatu hari nanti, kita bukan cuma nonton gerhana dari Bumi. Tapi juga bisa “membuat” dan mengamati gerhana dari luar angkasa. Masa depan sains benar-benar sudah di depan mata.

Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.

(fnf)

Sekilas Info