Baca juga: Telegram Perketat Keamanan: CEO Pavel Durov Hapus Konten Ilegal dengan AI
Dalam wawancara itu, Durov menjelaskan bahwa dirinya akan membagikan seluruh hartanya kepada lebih dari 100 anaknya, baik yang berasal dari hubungan langsung dengan beberapa wanita, maupun yang dikandung melalui donasi sperma yang ia lakukan selama 15 tahun terakhir.
Semua Anak, Semua Sama
“Saya tidak membeda-bedakan. Mereka semua adalah anak-anak saya dan akan memiliki hak yang sama,” ucap Durov dengan tegas. “Saya tidak ingin mereka saling mencabik-cabik satu sama lain setelah kematian saya.”
Pernyataan itu bukan hanya sekadar kata-kata. Durov bahkan sudah menyusun surat wasiat untuk memastikan semuanya berjalan adil dan tertib. Ia menegaskan bahwa status kelahiran tidak akan menjadi penghalang dalam pembagian hak waris.
Dari enam anak yang lahir dari tiga perempuan berbeda, hingga puluhan anak lain yang berasal dari sperma donasinya, semua akan mendapat perlakuan setara.
Kenapa Baru Sekarang? Karena Musuh Terlalu Banyak
Saat ditanya kenapa baru menulis surat wasiat sekarang, Durov menjawab bahwa pekerjaannya mengandung risiko besar. “Membela kebebasan membuat saya punya banyak musuh, termasuk dari negara-negara yang punya kekuasaan besar,” ungkapnya. Ia mengakui bahwa pekerjaannya di Telegram membuatnya jadi target dari berbagai pihak.
Telegram sendiri dikenal sebagai aplikasi pesan dengan enkripsi tinggi dan pengawasan minimal, yang menjadikannya favorit bagi mereka yang menginginkan privasi tinggi, baik untuk tujuan positif maupun negatif.

Tahun lalu, Durov bahkan sempat ditangkap di Paris atas dugaan Telegram digunakan oleh pelaku kejahatan seperti pencucian uang, penyebaran pornografi anak, dan peredaran narkoba. Tuduhan itu dengan keras ia bantah.
“Hanya karena para penjahat menggunakan layanan kami, bukan berarti kami adalah penjahat,” tegasnya. Ia menyamakan Telegram dengan pisau dapur, dan juga bisa digunakan untuk memasak atau menyakiti, tergantung siapa yang menggunakannya.
Nilai Warisan Triliunan, Tapi Tak Langsung Bisa Diakses
Menurut Bloomberg, kekayaan Durov diperkirakan mencapai sekitar US$13,9 miliar atau lebih dari Rp225 triliun. Namun, ia menolak angka itu dan menyebutnya “teoritis.” Durov menegaskan bahwa sebagian besar kekayaannya tidak berasal dari Telegram, melainkan dari investasi awalnya di Bitcoin sejak tahun 2013.
Lebih jauh, Durov menyatakan bahwa anak-anaknya tidak akan bisa mengakses warisan tersebut sampai 30 tahun ke depan. Ia ingin mereka tumbuh sebagai individu yang kuat, belajar mandiri, dan membangun kepercayaan diri mereka tanpa bergantung pada rekening bank miliaran dolar.
“Saya ingin mereka hidup seperti orang normal. Membangun diri mereka sendiri, belajar untuk percaya diri, mampu berkreasi,” jelasnya.
Antara Filantropi, Teknologi, dan Kontroversi
Pavel Durov memang bukan sosok miliarder konvensional. Di tengah dunia teknologi yang banyak diwarnai oleh figur flamboyan seperti Elon Musk atau Mark Zuckerberg, Durov justru tampil dengan pendekatan yang berbeda, lebih tertutup, cenderung misterius, namun tetap konsisten dengan idealismenya. Ia bukan tipe yang tampil di depan kamera setiap minggu atau aktif membagikan kehidupan pribadinya di media sosial, tapi langkah-langkah yang ia ambil justru menggemparkan dunia.
Sebagai pendiri sekaligus pemegang saham tunggal Telegram, Durov memegang kendali penuh atas arah dan visi aplikasi pesan instan tersebut. Telegram bukan sekadar alat komunikasi, tapi baginya adalah representasi dari kebebasan berekspresi. Ia meyakini bahwa komunikasi digital seharusnya tidak tunduk pada tekanan negara, pemerintah, atau kekuatan politik tertentu. Prinsip ini yang membuat Telegram menjadi platform yang sangat dihargai oleh aktivis, jurnalis, bahkan komunitas-komunitas di negara-negara dengan rezim ketat.
Namun, idealisme ini juga datang dengan harga. Telegram tak jarang berada di bawah sorotan karena dituduh menjadi tempat berlindung bagi aktivitas ilegal, mulai dari penyebaran konten terlarang, jual beli narkoba, hingga pencucian uang. Beberapa pemerintah bahkan sempat menekan atau memblokir Telegram karena dinilai membangkang terhadap permintaan akses data pengguna. Tapi Durov tetap bergeming. Ia percaya bahwa melindungi privasi pengguna adalah harga mati, bahkan jika itu membuatnya berada di posisi sulit secara hukum maupun politis.
Sikap keras kepala inilah yang membuat Durov dicintai sekaligus dikritik. Bagi sebagian orang, ia adalah pelindung kebebasan digital di era pengawasan massal. Tapi bagi yang lain, ia dianggap terlalu permisif terhadap penyalahgunaan teknologi. Di tengah kontroversi itu, Durov terus maju dengan visinya, yaitu mengembangkan Telegram sebagai platform yang kuat, aman, dan tetap berada di luar jangkauan kekuasaan manapun.
Dengan latar belakang ini, tak heran jika langkahnya dalam urusan pribadi, termasuk soal warisan untuk lebih dari 100 anaknya, terasa tak kalah “liar” dan menantang norma sosial. Durov adalah contoh nyata bahwa di dunia modern, seorang miliarder teknologi tak harus mengikuti cetakan yang sama. Ia bisa jadi dermawan, pemimpin teknologi, dan ikon kebebasan digital, semuanya dalam satu paket yang nyentrik dan sulit ditebak.
Baca juga: CEO Telegram Pavel Durov Dibebaskan dari Tahanan, Bayar Jaminan Rp 86 M
Warisan yang Lebih dari Sekadar Uang
Apa yang dilakukan Durov tidak hanya tentang membagi harta, tapi juga membagi nilai. Dalam dunia yang makin terpolarisasi, langkah Durov menekankan kesetaraan bagi semua anaknya, terlepas dari cara mereka dilahirkan akan menjadi pernyataan moral yang kuat.
Miliarder satu ini tampaknya tak hanya ingin meninggalkan uang untuk generasi berikutnya, tapi juga warisan pemikiran dan prinsip hidup yang tidak kalah berharga. Dan kalau kamu pikir drama warisan hanya milik sinetron, sepertinya kamu belum dengar cerita dari keluarga besar Durov.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(mo)
