Pengguna ChatGPT di Indonesia Tumbuh 3 Kali Lipat, OpenAI: Sudah Kecanduan!

Penggunaan ChatGPT di Indonesia melonjak drastis dalam setahun terakhir. Bahkan, Ronnie Chatterji, Chief Economist OpenAI, menyebutkan bahwa warga RI kecanduan ChatGPT karena pertumbuhan pengguna yang meningkat tiga kali lipat hanya dalam waktu setahun.

Pernyataan ini disampaikan Chatterji dalam forum bertajuk Unlocking the Economic Impact of AI in Emerging Markets yang disiarkan oleh East Ventures, Rabu (25/6/2025). Dalam pemaparannya, ia menggarisbawahi bahwa Indonesia termasuk salah satu negara berkembang dengan adopsi teknologi kecerdasan buatan (AI), khususnya ChatGPT, paling cepat di dunia.

Warga RI Kecanduan ChatGPT Dilihat dari Penggunaan

“Kami melihat pertumbuhan yang sangat drastis dalam setahun terakhir dalam hal penggunaan ChatGPT dan produk OpenAI di Indonesia,” ujar Chatterji. Ia menambahkan bahwa penggunaan ChatGPT meningkat tiga kali lipat dalam waktu sedikit lebih dari 12 bulan. Fakta ini menandai betapa cepatnya masyarakat Indonesia, terutama anak muda, memanfaatkan teknologi generative AI.

Sekilas Info

Bukan hanya untuk hiburan atau iseng semata, ChatGPT digunakan untuk berbagai tujuan yang lebih produktif dan profesional. Dari mulai belajar coding, mencari saran karier, menulis naskah, membuat gambar dengan AI, sampai mengembangkan produk bisnis.

Tak ayal, Chatterji bahkan mengatakan bahwa masyarakat Indonesia sudah mulai menunjukkan tanda-tanda “kecanduan sehat” terhadap teknologi AI ini. Dan istilah “Warga RI kecanduan ChatGPT” pun menjadi narasi yang menarik untuk menjelaskan fenomena ini.

Anak Muda Jadi Penggerak Utama

Yang paling menarik dari data yang dipaparkan Chatterji adalah dominasi generasi muda dalam adopsi ChatGPT. Ia menyebut Indonesia sebagai “pasar anak muda” dengan demografi yang sangat menguntungkan untuk pertumbuhan teknologi.

“Ini adalah dunianya anak muda, dan profil demografi kalian menunjukkan bahwa generasi muda akan memimpin perkembangan AI di Indonesia,” katanya.

Mereka bukan hanya pengguna pasif, tapi juga aktif belajar menggunakan teknologi ini sebagai alat bantu untuk mencapai tujuan mereka. Banyak pelajar yang menggunakan ChatGPT untuk memahami pelajaran, menulis esai, bahkan mengembangkan proyek sains.

Sementara itu, kalangan profesional dan pelaku startup mulai menggunakan AI untuk membantu membuat keputusan bisnis, menyusun strategi pemasaran, atau merancang aplikasi berbasis chatbot.

Baca Juga : Tampilkan ChatGPT di Momen Wisuda, Mahasiswa Ini Jadi Sorotan


ChatGPT untuk Belajar dan Bekerja

Foto: Blanquivioletas

Salah satu fitur yang paling digemari di Indonesia adalah kemampuan ChatGPT dalam menghasilkan gambar (image generation). Ini menunjukkan bahwa penggunaan AI di Indonesia tidak hanya bersifat tekstual, tapi juga visual dan kreatif. Banyak kreator konten, ilustrator, bahkan UMKM yang memanfaatkan fitur ini untuk membuat materi promosi.

Selain itu, sektor edukasi dan teknologi juga mengalami dampak besar. “Banyak siswa yang mengatakan bahwa mereka menggunakan ChatGPT untuk belajar coding atau membantu menulis kode,” ujar Chatterji. Hal ini tentu membuka potensi besar untuk pengembangan talenta digital Indonesia.

Namun, bukan berarti Indonesia sudah mencapai puncaknya dalam pemanfaatan AI. Chatterji menyebut bahwa penggunaan API oleh developer lokal masih punya ruang besar untuk tumbuh. Meski sudah masuk 30 besar global dalam penggunaan API OpenAI, potensi untuk naik peringkat masih sangat terbuka.

Meski warga RI kecanduan ChatGPT dalam konteks positif, hal ini juga menimbulkan tantangan baru. Salah satunya adalah kesiapan regulasi dan literasi digital.

Belum semua pengguna memahami etika penggunaan AI, apalagi soal hak cipta, privasi, dan potensi penyalahgunaan. Banyak pula yang masih percaya bahwa ChatGPT bisa menggantikan manusia sepenuhnya, padahal AI seharusnya digunakan sebagai alat bantu, bukan pengganti.

Oleh karena itu, perlu kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan sektor swasta untuk memastikan bahwa adopsi AI tetap aman, etis, dan inklusif.

Baca Juga : Proyek Rahasia OpenAI dan Jony Ive: Perangkat AI Pintar, Tapi Bukan Wearable


Indonesia: Masa Depan AI Ada di Sini?

Selain soal kecanduan warga RI terhadap ChatGPT, Chatterji juga mengaitkan lonjakan ini dengan potensi ekonomi Indonesia. Menurutnya, Indonesia bisa menjadi salah satu pusat inovasi AI di kawasan Asia Tenggara bahkan dunia, jika mampu memanfaatkan momen ini dengan baik.

Apalagi, data menunjukkan bahwa transaksi digital di Indonesia melonjak hingga 226% pada 2024, menandakan kesiapan masyarakat terhadap ekonomi digital. Jika tren ini dipadukan dengan penggunaan AI yang makin masif, maka Indonesia bisa menciptakan ekosistem teknologi yang kompetitif secara global.

“Jika saya kembali ke sini dalam enam minggu, enam bulan, atau satu tahun dari sekarang, saya yakin akan melihat pertumbuhan besar di pasar ini,” ujar Chatterji. “Pertumbuhan dari sisi startup dan dunia usaha, karena itulah kunci untuk membuka kemakmuran ekonomi di Indonesia dan di luar negeri.”

Satu hal menarik yang disampaikan Chatterji adalah bahwa masa depan AI tidak lagi hanya ditentukan di Silicon Valley. Menurutnya, pusat-pusat inovasi baru akan muncul dari kota-kota seperti Lagos (Nigeria), Kairo (Mesir), Dubai (UEA), dan tentu saja, Jakarta (Indonesia).

“Solusi AI yang digabungkan dengan pengetahuan lokal akan membentuk masa depan,” ujarnya. Di sinilah pentingnya talenta lokal yang memahami kebutuhan spesifik masyarakat Indonesia dan bisa menciptakan solusi berbasis AI yang relevan.

Istilah “Warga RI kecanduan ChatGPT” mungkin terdengar negatif, tapi dalam konteks ini, justru bisa dimaknai sebagai kecanduan positif. Bukan kecanduan yang membuang waktu, melainkan kecanduan akan pengetahuan, produktivitas, dan inovasi.

ChatGPT dan teknologi AI lainnya kini menjadi alat yang semakin tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari warga Indonesia. Mulai dari pelajar, profesional, hingga pebisnis. Dengan potensi demografi yang kuat dan adopsi teknologi yang cepat, Indonesia sedang berada di jalur yang tepat untuk menjadi pemain penting dalam revolusi AI global.

Tantangannya kini adalah bagaimana memastikan bahwa semua pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat, dan pelaku industri, bisa bergerak bersama untuk menciptakan ekosistem AI yang aman, inklusif, dan berkelanjutan.

Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.

(fnf)

Sekilas Info