Baca juga: Google Terjun ke Dunia Film: Misi Baru Menyaingi Apple & Amazon dengan Gaya Fresh!
Semasa SMA di Miami, Florida, Bezos meraih Silver Knight Award berkat prestasi akademik dan kontribusi sosial. Ia kemudian berkuliah di Princeton University, meraih gelar summa cum laude dalam ilmu komputer dan teknik listrik (1986). Dunia akademik mengenal Jeff sebagai mahasiswa yang tak pernah lelah bertanya “bagaimana kalau…?”, sikap yang kelak melahirkan Amazon.
Karier Dini: Dari Fitel ke Kantor Bank hingga Cinta di D.E. Shaw
Lulus kuliah, Bezos memulai karier di Fitel, startup telekomunikasi yang membangun jaringan internet untuk perdagangan internasional. Sebentar saja, ia pindah ke Bankers Trust, lalu bergabung dengan hedge fund D.E. Shaw & Co. Pada usia 30, Jeff sudah menjadi salah satu wakil presiden termuda.
Di D.E. Shaw inilah ia bertemu MacKenzie Tuttle, analis riset yang kemudian menjadi istrinya (1993) dan ibu bagi empat anak mereka. Meski kariernya moncer, Jeff dikejutkan oleh data: pertumbuhan internet global 2.300 persen per tahun. Naluri kewirausahaannya bergemuruh; ia tak ingin melewatkan gelombang digital terbesar abad ini.
1994: Lahirnya Amazon di Garasi, Bermodal USD 300 Ribu
Bezos mengundurkan diri dari D.E. Shaw, meninggalkan Manhattan, dan berkendara ke Seattle sembari menuliskan rencana bisnis di laptop yang dipangku. Garasi rumah di Bellevue menjadi kantor Amazon pertama, bermodal USD 300 ribu pinjaman orang tua. Amazon dimulai sebagai toko buku online karena “daftar buku paling panjang dan mudah dikirim,” kata Jeff.
Hanya sebulan setelah situs live, Amazon melayani pesanan dari 45 negara dan meraup pendapatan USD 200 ribu per minggu. Pada 1997, Amazon melantai di Nasdaq, dan perlahan diversifikasi: musik, elektronik, perangkat Kindle, layanan streaming, dan pilar utama laba, Amazon Web Services (AWS).

Pelayan McDonald’s yang Paham Tekanan Waktu
Tak banyak yang tahu, Bezos di usia 16 tahun bekerja di McDonald’s sebagai juru masak dengan upahnya USD 2,69 per jam. Pengalaman ini mengajarinya SOP ketat, kepuasan pelanggan, dan pentingnya kecepatan. “Yang paling menantang adalah memastikan semuanya tepat waktu meski dapur sibuk,” kenangnya. Nilai efisiensi itu kelak tercermin dalam kultur “customer obsession” Amazon.
Blue Origin, The Washington Post, dan Ambisi Luar Angkasa
Setelah Amazon menggurita, Jeff mendirikan Blue Origin (2000) dengan visi “jutaan orang hidup dan bekerja di luar angkasa.” Ia lalu membeli The Washington Post (2013) seharga USD 250 juta, menyelamatkan koran legendaris itu sekaligus menegaskan minatnya pada media.
Tak berhenti, ia meluncurkan Bezos Day One Fund (2018), menyumbang USD 2 miliar untuk tunawisma dan pendidikan prasekolah. Investasinya tersebar di bioteknologi, kesehatan, hingga fintech, yaitu mencerminkan obsesi untuk memecahkan masalah besar umat manusia.
Mundur dari Kursi CEO, Fokus ke Eksplorasi Baru
Pada 2021, setelah 26 tahun menakhodai Amazon, Jeff menyerahkan kursi CEO kepada Andy Jassy, tetapi tetap menjadi Executive Chair. Ia kini membagi waktu untuk Blue Origin, Bezos Earth Fund, Day One Fund, serta eksperimen lain yang bisa mengubah masa depan.
Walau mundur dari kendali harian, warisan budaya inovasi Bezos terpatri di Amazon: keberanian gagal, kecepatan bertindak, dan fanatisme terhadap pelanggan. Tak heran, Forbes menaksir kekayaannya tembus USD 209,2 miliar (sekitar Rp 3.474 triliun).
Pelajaran Penting dari Jeff Bezos
-
Berani Mengambil Risiko Terukur
Keluar dari zona nyaman di hedge fund top demi ide toko buku online terdengar nekat, tapi ia didorong data pertumbuhan internet fantastis. -
Obsesi pada Pelanggan
“Focus on the customer, not the competition.” Filosofi ini membuat Amazon setia pada harga kompetitif, pengiriman kilat, dan inovasi tanpa henti. -
Long-Term Vision
Bezos berinvestasi pada teknologi (AWS, Blue Origin) yang mungkin tak untung dalam lima tahun, tapi menentukan dekade berikutnya. -
Belajar dari Pekerjaan Kecil
Menggoreng burger mengajarkannya SOP, kecepatan, dan manajemen tim muda, soft skills vital untuk membangun raksasa teknologi.
Baca juga: Nova Premier: Senjata Baru Amazon di Dunia AI Serba Bisa!
Dari garasi sempit hingga lintasan roket, kisah Jeff Bezos membuktikan bahwa rasa ingin tahu, keberanian gagal, dan kerja keras di bawah tekanan bisa menuntun siapa saja menuju orbit kesuksesan. Jika sebuah alarm listrik buatan bocah nakal bisa jadi cikal bakal Amazon, siapa tahu ide brilianmu hari ini bisa mengubah dunia esok?
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(mo)
