Banyak RS Pakai AI, Staf Ahli Tetap Sarankan ke Dokter

Gizmologi Asus GU605 Tech Media Banner INTEL

Jakarta, Gizmologi – Industri kesehatan seperti Rumah Sakit berbondong-bondong mengadopsi teknologi AI untuk memberikan efisiensi dalam menangani kesehatan. Seperti contohnya RS Indriati Solo Baru di Surakarta, Jawa Tengah, yang membawa AI ke dalam layanan MRI (magnetic resonance imaging).

Lalu terdapat juga RS Permata Hati Mataram di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang mengimplementasikan AI dalam kegiatan operasionalnya sehari-hari. Banyaknya RS memakai AI ini ditanggapi oleh Staf Ahli Bidang Sosial Ekonomi dan Budaya, R. Wijaya Kusumawardhana.

Sekilas Info

”Ada kode etika dokter juga atau kode etika medis yang harus dicermati. Jadi gak bisa sembarangan juga, habis itu kemudian AI-nya menerbitkan resep sendiri. Nah, itu gak boleh, karena harus berbasis daripada manusia dan manusia itu,” ujar Wijaya, di acara Ngopi Bareng Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Jumat (11/7).

Baca Juga: Huawei Watch Fit 4 Series Resmi di Indonesia, Fitur Kesehatan & Olahraga Lebih Komplit 

Staf Ahli Jelaskan Mengapa Dokter Masih Diperlukan Meski ada AI

Staf ahli komdigi sebut dokter masih penting meski ada AI
Ilustrasi penggunaan VR di dunia kesehatan (Sumber: Freepik)

Dalam penjelasan Wijaya, EU AI Act mengklasifikasikan sistem AI ke dalam tiga kategori utama, ada AI yang dilarang, AI berisiko tinggi, dan AI wajib transparansi. Staf ahli menyebutkan yang diadopsi oleh RS ini bisa masuk kategori AI berisiko tinggi.

”Berisiko tinggi bukan berarti dilarang ya, artinya tidak semata-mata membiarkan layanan kesehatan diserahkan pada AI,” tuturnya.

Contohnya seperti di layanan kesehatan Halodoc yang menggunakan AI untuk mendiagnosa penyakit kita. Meski begitu, pengguna tetap konsultasi dengan dokter.

pendekatan berbasis resiko AI

Layanan ini bisa digunakan secara jarak jauh, dan beberapa penyakit yang khusus tetap diingatkan untuk mengecek kesehatan secara fisik. Gunanya pemeriksaan secara langsung bisa melihat apakah penyakit tersebut penyakit bawaan atau bukan.

”Jadi, apalagi penyakit dalam, itu harus lebih hati-hati lagi. Kalau flu oke, mungkin ya, tapi harus tetap dicermati,” kata Wijaya.

Meski dokter masih diperlukan, namun menurut survei terbaru menunjukkan masa depan kesehatan digital. Survei menjelaskan 69% anak muda Indonesia kini menggunakan layanan telehealth.

Telehealth Klinik Pintar

Sebagian besar dari mereka memanfaatkan lebih dari satu aplikasi untuk kebutuhan kesehatan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan semakin meningkat, didorong oleh kemudahan akses informasi dan layanan kesehatan berbasis teknologi.

Di sisi lain, penggunaan perangkat seperti smartwatch oleh 6 dari 10 anak muda menunjukkan bagaimana teknologi dapat menjadi alat bantu yang efektif dalam pemantauan kesehatan sehari-hari. Selain Halodoc atau mungkin RS, sudah banyak juga perusahaan-perusahaan lain yang menghadirkan teknologi AI untuk layanan kesehatan.

Salah satunya adalah DoctorTool Asisten AI, yang berguna meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas dan setara di seluruh Indonesia. Alat ini memanfaatkan teknologi watsonx.ai dari IBM untuk menghadirkan sistem pendukung keputusan yang lebih canggih. Sistem ini tidak hanya membantu dokter dalam proses pemberian resep obat yang sesuai dengan regulasi, tetapi juga mencegah potensi penipuan asuransi yang dapat merugikan industri kesehatan.

Artikel berjudul Banyak RS Pakai AI, Staf Ahli Tetap Sarankan ke Dokter yang ditulis oleh Zihan Fajrin pertama kali tampil di Gizmologi.id

Sekilas Info